Canada and UN Women Support Women’s Rights in the ASEAN Region

Renewed Political Will and Gender-Responsive Policies Will Advance Women’s Rights in Southeast Asia

Date:

 

[Joint Press Release]

English | Bahasa Indonesia

Jakarta, Indonesia – When women are able to participate as equal partners, decision makers, and beneficiaries of sustainable development, societies and economies are stronger.

The consequences of inaction do not fall only on women: where women do not have the opportunities and resources to enjoy their human rights, development, inclusive governance and peace will remain an aspiration for too many in Southeast Asia.

Canada and UN Women, in collaboration with key ASEAN human rights bodies, are working together to empower Southeast Asian women in the ASEAN Region. The five-year programme on Improving Women’s Human Rights in Southeast Asia, which ends in June, contributed to important progress in the region.

The promotion and protection of women’s rights and gender equality are central tenets of Canada’s foreign policy and international development agenda. “We believe that gender equality is not only a matter of human rights, but an essential component of sustainable development, social justice, peace and security,” said Marie-Louise Hannan, Ambassador of Canada to ASEAN.

During the programme period, the countries enacted new laws that comply with the UN Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women (CEDAW). They adopted national strategic plans that advance women’s rights. UN Women supported national and regional groups committed to carrying out CEDAW, and more than 1,400 people able to champion women’s rights – government officials, parliamentarians, prosecutors, judges. And it helped marginalized women – rural and indigenous women, HIV-positive women – stand up to discrimination.

There is more work to be done and, to use the motto of this year’s UN International Women’s Day, Southeast Asian countries will have to “Step it Up” in order to reach gender-equality by 2030 -- the deadline all UN member states set for achieving the Sustainable Development Goals, including women’s rights.

“Major challenges to gender equality in the region include patriarchal institutions, social norms, and cultural and traditional practices that reinforce and exacerbate inequalities and harm women and girls in their daily lives,” says Deepa Bharathi, Regional Manager of the Improving Women’s Human Rights in Southeast Asia programme.

Another major challenge, she said, is the lower economic status of women compared to men. Therefore, women must be able to contribute to and benefit from the ASEAN Economic Community, which began integrating the 10 members of the Association of Southeast Asian Nations this year, so that no one is left behind.

UN Women says progress of women in economic participation has been slow for more than 20 years in the Asia-Pacific region despite robust economic growth. Without strong actions, it could take another 118 years to close the gap.

In Asia and the Pacific, “gender inequality is the most pervasive form of inequality and progress in reducing it remains unacceptably slow with stagnation in several areas,” UN Women’s Regional Director Roberta Clarke said in a speech in February. A major barrier, she said: under-investment.

She cited research showing that government bodies with responsibility for advancing women’s rights and social and economic development are under-funded. Many women across their life cycle and in the informal economy are not covered by social protection policies. And there is inadequate attention to the needs of the large numbers of women who are engaged in unpaid productive and reproductive work across their entire lives,” she said.

Ms. Clarke said tax and fiscal policies, as well as development assistance, should be better aligned to ensure gender equality.

Policymakers must acknowledge that society’s major problems -- poverty, insecurity, health, the environment -- cannot be solved unless women take the lead. As Ms. Clarke said in making this point on International Women’s Day March 8: “Women are at the forefront of outbreaks of threatening new epidemics or the impact of climate change, and at the same time are the primary caretakers of families and communities and advocates for peace and environmental sustainability.”

Note to Editor

Media inquiries:

Montira Narkvichien
Regional Communications Specialist
Email: [ Click to reveal ]

Radhiska Anggiana
Communications Officer
Email: [ Click to reveal ]

Mission of Canada to the Association of Southeast Asian Nations

Stuart Shaw
Tel: +62 (21) 2550 7800
Email: [ Click to reveal ]
Follow us on Twitter: @CanadaASEAN
Like us on Facebook: Mission of Canada to the Association of Southeast Asian Nations

About UN Women

UN Women is the United Nations organization dedicated to gender equality and the empowerment of women. A global champion for women and girls, the organization was established in 2010 to accelerate progress on women’s rights worldwide. UN Women’s efforts are based on the fundamental belief that every woman has the right to live a life free from violence, poverty, and discrimination, and that gender equality is a prerequisite to achieving global development.

http://asiapacific.unwomen.org | cedaw-in-action.org

Twitter | Facebook @unwomenasia

Photo Gallery

Canada and UN Women Support Women’s Rights in the ASEAN Region
Photo: UN Women

 

[Siaran Pers Bersama]

English | Bahasa Indonesia

Tanggal: 19 Mei 2016

Kanada dan UN Women Dukung Hak Asasi Perempuan di ASEAN

Dukungan Politik dan Kebijakan yang Responsif Gender Akan Mempercepat Terpenuhinya Hak Asasi Perempuan di Asia Tenggara

Jakarta, Indonesia – Ketika perempuan dapat berpartisipasi sebagai mitra setara, pembuat keputusan, dan penerima manfaat dari pembangunan berkelanjutan, masyarakat dan ekonomi menjadi lebih kuat.

Apabila hal ini tidak dilakukan, akan berakibat buruk tidak hanya bagi perempuan: ketika perempuan tidak mendapatkan kesempatan dan sumber untuk menikmati haknya, maka pembangunan, pemerintah inklusif dan perdamaian akan tetap menjadi aspirasi dari banyak orang di Asia Tenggara.

Kanada, UN Women, berkolaborasi dengan badan ASEAN untuk Hak Asasi Manusia, bekerja bersama untuk memberdayakan perempuan Asia Tenggara di kawasan ASEAN. Program “Improving Women’s Human Rights in Southeast Asia” yang telah berlangsung selama lima tahun dan berakhir di bulan Juni, telah memberikan kontribusi terhadap kemajuan di kawasan ini.

Promosi dan proteksi terhadap hak asasi perempuan dan kesetaraan gender adalah salah satu keyakinan utama dalam kebijakan luar negeri Kanada dan dalam agenda pembangunan internasional. “Kami percaya bahwa kesetaraan gender bukan hanya persoalan hak asasi manusia, tetapi merupakan komponen penting untuk pembangunan berkelanjutan, keadilan sosial, perdamaian dan keamanan,” ujar Marie-Louise Hannan, Duta Besar Kanada untuk ASEAN.

Selama masa pelaksanaan program, delapan negara tersebut telah memberlakukan sejumlah undang-undang baru yang sesuai dengan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW). Negara-negara tersebut juga telah mengadopsi rencana strategi nasional yang memajukan hak-hak perempuan. Pada program ini, UN Women juga mendukung beberapa organisasi, di tingkat nasional dan regional, yang mempunyai komitmen untuk melakukan pemantauan CEDAW. UN Women juga melakukan peningkatan kapasitas kepada lebih dari 1.400 orang untuk memperjuangkan hak-hak perempuan ─ mulai dari pemerintah, anggota parlemen, jaksa, hingga hakim. Disamping itu, UN Women membantu perempuan yang termarjinalisasi ─ seperti perempuan di pedesaan dan perempuan adat, perempuan dengan HIV ─ untuk bersama menghapus diskriminasi.

Masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan dan, mengutip moto PBB untuk Hari Perempuan Internasional tahun ini, negara-negara Asia Tenggara harus “Step it Up” (bertindak) untuk mencapai kesetaraan gender pada tahun 2030 – tenggat waktu bagi semua negara anggota PBB untuk mencapai sejumlah Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, termasuk hak-hak perempuan.

“Beberapa tantangan besar dalam mencapai kesetaraan gender di kawasan Asia Tenggara, diantaranya struktur patriarki, norma sosial, serta praktik budaya dan tradisi yang memperkuat ketidaksetaraan dan membahayakan perempuan serta anak perempuan dalam kehidupan sehari-hari, ungkap Deepa Bharathi, Regional Manager, Program Improving Women’s Human Rights in Southeast Asia.

Tantangan besar lainnya adalah status ekonomi perempuan yang lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki. Karena itu, sangat penting bagi perempuan untuk memberikan kontribusi dan memperoleh manfaat dari Masyarakat Ekonomi ASEAN, yang menyatukan ke-10 negara ASEAN tahun ini, agar tidak ada perempuan yang tertinggal, jelas Deepa Bharathi.

UN Women mengatakan, walaupun pertumbuhan ekonomi sangat kuat, kemajuan perempuan dalam partisipasi ekonomi di kawasan Asia Pasifik, sangat lambat, selama lebih dari 20 tahun terakhir. Tanpa langkah yang kuat, diperlukan 118 tahun untuk dapat mengatasi kesenjangan gender.

Di Asia dan Pasifik, “ketidaksetaraan gender merupakan bentuk ketidaksetaraan yang paling lazim dan kemajuan dalam mengurangi ketidaksetaraan itu masih sangat lamban, bahkan stagnan di beberapa bidang,” ungkap Direktur Regional UN Women Roberta Clarke pada pidatonya bulan Februari lalu. Hambatan utama dalam hal ini, ungkap Clarke, adalah kurangnya investasi.

Clarke mengutip hasil riset yang menyebutkan bahwa, lembaga pemerintah dengan tanggung jawab untuk mempercepat pemenuhan hak asasi perempuan dan sosial dan perkembangan ekonomi, tidak didanai dengan cukup. Banyak perempuan di seluruh siklus hidup mereka dan bekerja di sektor ekonomi informal tidak mendapatkan perhatian dalam kebijakan proteksi sosial. Dibutuhkan perhatian lebih akan kebutuhan dari banyak perempuan yang terlibat dalam pekerjaan produktif dan reproduktif yang tidak dibayar sepanjang hidup mereka,” tambah Clarke.

Clarke mengatakan, pajak dan kebijakan fiskal, serta dukungan pembangunan, harus sejalan untuk memastikan kesetaraan gender.

Penyusun kebijakan harus menyadari bahwa masalah-masalah utama masyarakat – kemiskinan, ketidakpastian, kesehatan, dan lingkungan – tidak dapat dipecahkan kecuali perempuan mengambil peran sebagai pemimpin. Seperti yang diutarakan Clarke ketika menyampaikan poin ini pada Hari Perempuan Internasional 8 Maret lalu: “Perempuan berada di garis depan dalam menghadapi epidemi baru yang mengancam atau dampak perubahan iklim, dan pada saat yang sama perempuan adalah pengurus utama keluarga dan komunitas, serta pejuang perdamaian dan kelestarian lingkungan.”

Note to Editor

  • Kanada dan UN Women Dukung Hak Asasi Perempuan di ASEAN: Dukungan Politik dan Kebijakan yang Responsif Gender Akan Mempercepat Terpenuhinya Hak Asasi Perempuan di Asia Tenggara (Donwload: English | Bahasa Indonesia)
  • Siaran Pers Bersama (Download: English | Bahasa Indonesia)

Informasi lebih lanjut, hubungi:

Montira Narkvichien
Regional Communications Specialist
Email: [ Click to reveal ]

Radhiska Anggiana
Communications Officer
Email: [ Click to reveal ]

Mission of Canada to the Association of Southeast Asian Nations

Stuart Shaw
Tel: +62 (21) 2550 7800
Email: [ Click to reveal ]
Follow us on Twitter: @CanadaASEAN
Like us on Facebook: Mission of Canada to the Association of Southeast Asian Nations

Mengenai UN Women

UN Women adalah Badan PBB untuk kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan. UN Women didirikan di tahun 2010 untuk mempercepat pemajuan hak asasi perempuan di seluruh dunia. Program dari UN Women didasari pada kepercayaan bahwa setiap perempuan memiliki hak untuk hidup bebas dari kekerasan, kemiskinan dan diskriminasi, serta bahwa kesetaraan gender adalah prasyarat untuk mencapai kemajuan global.

http://asiapacific.unwomen.org | cedaw-in-action.org

Twitter | Facebook @unwomenasia