Pendapat Saya: “Menurut saya, pelajaran paling transformatif bagi saya adalah belajar berkomunikasi dengan efektif – untuk menyuarakan aspirasi kami sebagai Perempuan”
Tanggal: Kamis, 26 November 2024
Interview oleh: Inggita Notosusanto

Nurhaya, seorang ibu tunggal berusia 36 tahun dari Desa Ncera, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat, adalah pendiri Sakola Ndai—sebuah sekolah untuk perempuan. Terinspirasi oleh program WE NEXUS yang dikelola oleh La Rimpu dan Wahid Foundation dengan dukungan dari UN Women dan Korea International Cooperation Agency (KOICA), ia meluncurkan inisiatif ini sambil tetap menjalankan pekerjaannya sebagai guru sekolah menengah dan anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD).
Melalui program WE NEXUS, saya mendapatkan perspektif baru mengenai tantangan yang dihadapi desa kami. Saya menyadari bahwa kami menghadapi dua jenis bencana besar. Yang pertama adalah “bencana alam,” seperti kekeringan dan banjir, yang semakin parah akibat penggundulan hutan di daerah sekitar. Tantangan lingkungan ini secara langsung memengaruhi mata pencaharian dan kesejahteraan kami.
Yang kedua adalah “bencana sosial,” yang terkait dengan penggunaan narkoba, judi online, perkelahian, dan bahkan pemblokiran jalan. Banyak warga desa adalah petani bawang yang menghabiskan banyak waktu di ladang, meninggalkan anak-anak mereka tanpa pengawasan. Pola asuh seperti ini sering kali berdampak buruk pada perkembangan anak, sehingga beberapa dari mereka terlibat dalam masalah-masalah tersebut di atas.
Saya melihat adalah kebutuhan mendesak untuk mengatasi masalah ini dan menyadari pentingnya mengajarkan keterampilan pengasuhan yang efektif untuk memastikan anak-anak tumbuh dalam lingkungan yang mendukung. Hal ini menginspirasi saya untuk mendirikan sekolah perempuan, memberikan kursus-kursus tertentu untuk pemberdayaan dan membekali keterampilan baru, serta pendidikan pengasuhan bagi para ibu—dan nanti akan melibatkan para ayah—untuk mendukung perkembangan positif anak.
Kami menamai sekolah ini Sakola Ndai, yang berarti “sekolah kami” dalam bahasa Bima. “Ndai” juga merupakan singkatan dari Ncera Damai Aman Inspiratif.
Memulai sekolah ini tidak mudah. Pemilu tahun ini membuat beberapa perempuan yang kami undang untuk bergabung merasa ragu; beberapa salah mengira inisiatif kami sebagai kampanye politik dan menolak untuk berpartisipasi. Namun, setelah mereka menyaksikan kegiatan nyata dari kelompok perempuan kami, mereka akhirnya mendukung dan bergabung dengan kami.
Program WE NEXUS mengajarkan saya keterampilan negosiasi dan advokasi yang berharga, tetapi pelajaran paling transformatif bagi saya adalah belajar bagaimana berkomunikasi secara efektif— menyuarakan aspirasi kami sebagai perempuan. Ini membantu saya dalam bernegosiasi dengan para pemimpin desa untuk mendukung inisiatif yang kami usulkan, dan juga membantu pekerjaan saya sebagai anggota BPD.
Kami berencana meluncurkan kursus pengasuhan anak dan mitigasi bencana di Sakola Ndai pada bulan Maret, saat anggaran kegiatan dicairkan. Kami juga berhasil bernegosiasi dengan para pemangku kepentingan Desa Ncera untuk membentuk satuan tugas perlindungan perempuan dan anak, yang kami targetkan akan diluncurkan akhir tahun (2024).
Program WE NEXUS (Addressing the Peace-Humanitarian Nexus to Enhance Community Resilience in Indonesia) diinisiasi oleh UN Women bekerja sama dengan Wahid Foundation, La Rimpu, dan Lembaga Pengembangan Partisipasi Demokrasi dan Ekonomi Rakyat (LP2DER) di Provinsi Nusa Tenggara Barat, Indonesia, didukung oleh Korea International Cooperation Agency (KOICA). Program ini bertujuan mengembangkan intervensi untuk mendukung implementasi kebijakan utama di Indonesia terkait pencegahan ekstremisme kekerasan, pengurangan risiko bencana, membangun ketahanan, serta perlindungan dan pemberdayaan perempuan dan anak-anak.
Inisiatif yang dijalankan oleh Nurhaya di desanya, Kabupaten Bima, Provinsi Nusa Tenggara Barat, Indonesia, berkontribusi pada Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB), yaitu TPB 1 tentang penghapusan kemiskinan, TPB 5 tentang kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, TPB 13 tentang aksi iklim, serta TPB 16 yang mendorong masyarakat damai dan inklusif.