From Where I Stand: “The most transformative lesson for me was learning how to communicate effectively – to voice our aspirations as women”

Date:

Interviewed by Inggita Notosusanto

FromWhereIStand_Nurhaya
Nurhaya, a middle school teacher and a member of the Village Council (BPD) in Ncera Village in Bima Regency, West Nusa Tenggara, Indonesia is sitting in front of a house on 25 November 2024. Photo: UN Women/Inggita Notosusanto

English | Bahasa Indonesia

Nurhaya, a 36-year-old single mother from Ncera village in Bima Regency, West Nusa Tenggara, Indonesia, is the founder of Sakola Ndai—a school for women. Inspired by the WE NEXUS program, led by La Rimpu and the Wahid Foundation with support from UN Women and KOICA, she launched this initiative alongside her work as a middle school teacher and a member of the Village Deliberation Agency (Badan Permusyawaratan Desa or BPD).

Through the WE NEXUS program I gained a new perspective on the challenges in our village. I realized we face two major types of disasters. The first is “natural disasters”, such as droughts and floods, which have worsened due to deforestation in neighboring areas. These environmental challenges directly affect our livelihoods and well-being. 

The second is a “social disaster,” involving drug use, online gambling, fights, and even street blockades. Many villagers are onion farmers who spend long hours in the fields, leaving their children unsupervised. This poor parenting practice often negatively impacts the children’s development, leading some to become involved in these vices. 

I saw the urgent need to address this issue and recognized the importance of teaching effective parenting skills to ensure children grow up in a supportive environment. This inspired me to establish a school for women, offering vocational courses to empower them with new skills, as well as parenting education for mothers—and in the future, for fathers too—fostering positive child development. 

We named it Sakola Ndai, which means “our school” in the Bima language. “Ndai” also stands for Ncera Damai Aman InspiratifNcera peaceful, safe, and inspirational. 

Starting the school was not easy. This year’s elections caused initial skepticism among the women we invited to join; some mistook our initiative for a political campaign and declined to participate. However, once they observed the genuine activities of our women’s groups, they agreed to support and join us. 

WE NEXUS program taught me valuable negotiation and advocacy skills, but the most transformative lesson for me was learning how to communicate effectively—to voice our aspirations as women. This has helped me in negotiating with the village leaders to support our proposed initiative, and it has also helped me in my work as a member of the Village Council (BPD). 

We plan to launch parenting and disaster mitigation courses at Sakola Ndai in March when the budget is scheduled to be disbursed. In addition, we successfully negotiated with Ncera village stakeholders to establish a women and children’s protection task force, which we aim to launch by the end of the year.

Addressing the Peace-Humanitarian Nexus to Enhance Community Resilience in Indonesia (WE NEXUS) project is led by UN Women in partnership with Wahid Foundation, La Rimpu and LP2DERS in West Nusa Tenggara Province, Indonesia with the funding of Korea International Cooperation Agency (KOICA). It aims to develop scalable interventions that can contribute to the implementation of key policies in Indonesia that are relevant to the prevention of violent extremism, disaster risk reduction and resilience-building, and the protection and empowerment of women and children.  

The initiatives carried out by Nurhaya in her village in Bima district, West Nusa Tenggara province, Indonesia contributes to Sustainable Development Goal (SDG) 1 on no poverty, 5 on gender equality and empowerment of all women and girls, 13 on climate action and SDG 16, which promotes peaceful and inclusive societies. 

 

Pendapat Saya: “Menurut saya, pelajaran paling transformatif bagi saya adalah belajar berkomunikasi dengan efektif – untuk menyuarakan aspirasi kami sebagai Perempuan”

Tanggal: Kamis, 26 November 2024

Interview oleh: Inggita Notosusanto

FromWhereIStand_Nurhaya
Nurhaya, seorang guru Sekolah Menengah dan anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di Desa Ncera, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat, Indonesia, duduk di depan sebuah rumah – tanggal 25 November 2024. Photo: UN Women/Inggita Notosusanto

English | Bahasa Indonesia

Nurhaya, seorang ibu tunggal berusia 36 tahun dari Desa Ncera, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat, adalah pendiri Sakola Ndai—sebuah sekolah untuk perempuan. Terinspirasi oleh program WE NEXUS yang dikelola oleh La Rimpu dan Wahid Foundation dengan dukungan dari UN Women dan Korea International Cooperation Agency (KOICA), ia meluncurkan inisiatif ini sambil tetap menjalankan pekerjaannya sebagai guru sekolah menengah dan anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD).

Melalui program WE NEXUS, saya mendapatkan perspektif baru mengenai tantangan yang dihadapi desa kami. Saya menyadari bahwa kami menghadapi dua jenis bencana besar. Yang pertama adalah “bencana alam,” seperti kekeringan dan banjir, yang semakin parah akibat penggundulan hutan di daerah sekitar. Tantangan lingkungan ini secara langsung memengaruhi mata pencaharian dan kesejahteraan kami.

Yang kedua adalah “bencana sosial,” yang terkait dengan penggunaan narkoba, judi online, perkelahian, dan bahkan pemblokiran jalan. Banyak warga desa adalah petani bawang yang menghabiskan banyak waktu di ladang, meninggalkan anak-anak mereka tanpa pengawasan. Pola asuh seperti ini sering kali berdampak buruk pada perkembangan anak, sehingga beberapa dari mereka terlibat dalam masalah-masalah tersebut di atas.

Saya melihat adalah kebutuhan mendesak untuk mengatasi masalah ini dan menyadari pentingnya mengajarkan keterampilan pengasuhan yang efektif untuk memastikan anak-anak tumbuh dalam lingkungan yang mendukung. Hal ini menginspirasi saya untuk mendirikan sekolah perempuan, memberikan kursus-kursus tertentu untuk pemberdayaan dan membekali keterampilan baru, serta pendidikan pengasuhan bagi para ibu—dan nanti akan melibatkan para ayah—untuk mendukung perkembangan positif anak.

Kami menamai sekolah ini Sakola Ndai, yang berarti “sekolah kami” dalam bahasa Bima. “Ndai” juga merupakan singkatan dari Ncera Damai Aman Inspiratif.

Memulai sekolah ini tidak mudah. Pemilu tahun ini membuat beberapa perempuan yang kami undang untuk bergabung merasa ragu; beberapa salah mengira inisiatif kami sebagai kampanye politik dan menolak untuk berpartisipasi. Namun, setelah mereka menyaksikan kegiatan nyata dari kelompok perempuan kami, mereka akhirnya mendukung dan bergabung dengan kami.

Program WE NEXUS mengajarkan saya keterampilan negosiasi dan advokasi yang berharga, tetapi pelajaran paling transformatif bagi saya adalah belajar bagaimana berkomunikasi secara efektif— menyuarakan aspirasi kami sebagai perempuan. Ini membantu saya dalam bernegosiasi dengan para pemimpin desa untuk mendukung inisiatif yang kami usulkan, dan juga membantu pekerjaan saya sebagai anggota BPD.

Kami berencana meluncurkan kursus pengasuhan anak dan mitigasi bencana di Sakola Ndai pada bulan Maret, saat anggaran kegiatan dicairkan. Kami juga berhasil bernegosiasi dengan para pemangku kepentingan Desa Ncera untuk membentuk satuan tugas perlindungan perempuan dan anak, yang kami targetkan akan diluncurkan akhir tahun (2024).

Program WE NEXUS (Addressing the Peace-Humanitarian Nexus to Enhance Community Resilience in Indonesia) diinisiasi oleh UN Women bekerja sama dengan Wahid Foundation, La Rimpu, dan Lembaga Pengembangan Partisipasi Demokrasi dan Ekonomi Rakyat (LP2DER) di Provinsi Nusa Tenggara Barat, Indonesia, didukung oleh Korea International Cooperation Agency (KOICA). Program ini bertujuan mengembangkan intervensi untuk mendukung implementasi kebijakan utama di Indonesia terkait pencegahan ekstremisme kekerasan, pengurangan risiko bencana, membangun ketahanan, serta perlindungan dan pemberdayaan perempuan dan anak-anak.

Inisiatif yang dijalankan oleh Nurhaya di desanya, Kabupaten Bima, Provinsi Nusa Tenggara Barat, Indonesia, berkontribusi pada Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB), yaitu TPB 1 tentang penghapusan kemiskinan, TPB 5 tentang kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, TPB 13 tentang aksi iklim, serta TPB 16 yang mendorong masyarakat damai dan inklusif.